Saat mengamati para perajin, para guru pendamping melihat sebuah momen pencerahan di antara para siswa. Mereka mulai "mengenali kemampuannya sendiri". Beberapa siswa yang memiliki keterampilan motorik halus menyadari bahwa mereka terampil di bagian "menggambar dan menorehkan warna". Siswa lain yang lebih unggul dalam pengaturan, sadar bahwa mereka bisa berperan di bagian "menyiapkan alat, membantu persiapan pekerjaan".
![]() |
| Murid mewawancarai salah satu pengelola |
Menariknya, seorang siswa menemukan potensinya di bidang modern: ia sadar memiliki kemampuan "memotret kemudian memposting untuk promosi". Kunjungan ini membuka mata para siswa bahwa "industri batik" bukan hanya soal produksi, tetapi sebuah ekosistem bisnis yang membutuhkan banyak peran.
Dalam diskusi, terungkap bahwa sentra batik tersebut belum memiliki karyawan disabilitas, dengan alasan kekhawatiran tidak dapat mengejar target produksi. Hal ini memicu sebuah wawasan baru bagi para guru pendamping. "Kami sampaikan bahwa industri batik tak hanya produksi. Ada banyak bagian lain seperti tenaga kebersihan, tenaga mengangkat barang, atau bagian packing yang tidak terikat target," ungkap seorang guru pendamping.
![]() |
| Murid belajar menorehkan pewarna kain |
Para siswa pun pulang dengan pemahaman baru. Mereka tidak hanya melihat batik sebagai produk budaya, tetapi sebagai sebuah lapangan kerja yang luas di mana setiap potensi unik, termasuk potensi mereka, bisa menemukan tempatnya.
Oleh: Tim Humas SLB Negeri 2 Yogyakarta
.png)
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)