Ibu Tati Indarwati, S.Pd. hadir mewakili SLB Negeri 2 Yogyakarta dalam diskusi yang diikuti oleh 17 sekolah/organisasi/komunitas di Yogyakarta. Kegiatan ini menghadirkan narasumber Dr. Theresia Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Psikolog yang membagikan wawasan tentang pendidikan inklusif di Indonesia dan negara-negara maju di dunia.
Dalam paparannya, Dr. Theresia menekankan bahwa kekuatan terbesar dalam sistem pendukung kaum difabel adalah masyarakat itu sendiri. Beliau menggarisbawahi pentingnya membangun budaya inklusif yang melampaui sekadar penyediaan fasilitas fisik. "Anak berkebutuhan khusus itu perlu kita terima sebagai bagian dari masyarakat, sama dengan kita semua. Jadi bukan hanya dengan kita menyediakan akses ramah difabel saja, tetapi mindset masyarakat juga perlu dibangun supaya bisa menerima keberadaan difabel dan berinteraksi sebagaimana orang pada umumnya, itulah budaya inklusif." ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, narasumber juga memperkenalkan konsep "Gerakan Sekolah Menyenangkan". Dr. Theresia menjelaskan bahwa untuk mewujudkan sekolah yang menyenangkan, diperlukan pengembangan lingkungan belajar yang positif dimana siswa merasa aman dan nyaman untuk berkembang. Selanjutnya, pembelajaran perlu dirancang berbasis penalaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Aspek penting lainnya adalah pembangunan emosi sosial yang berfokus pada kesadaran diri, sehingga siswa dapat lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Terakhir, keterhubungan sekolah menjadi kunci dalam menciptakan komunitas pembelajaran yang inklusif dan supportif.
Diskusi menjadi semakin hidup ketika para peserta berbagi pengalaman dan pandangan mereka terkait praktik nyata pendidikan untuk difabel di lingkungan sekolah masing-masing. Dr. Theresia menekankan bahwa perbedaan bukanlah halangan, karena yang terpenting adalah mindset dalam memandang inklusifitas. Beliau juga memberi gambaran tentang layanan difabel di negara maju.
Ibu Tati Indarwati dalam diskusi dengan peserta lain mencatat poin bahwa di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Skandinavia, dan Jerman telah mengembangkan sistem layanan difabel yang komprehensif. Layanan tersebut mencakup kebijakan yang menyeluruh, pendanaan memadai, teknologi assistif canggih, sistem pendidikan inklusif, aksesibilitas di semua fasilitas publik, transportasi ramah difabel, jaminan sosial, dan perlindungan hukum yang kuat. Penting juga program pemberdayaan melalui pelatihan kerja dan dukungan karir. Meski Indonesia dapat belajar dari praktik-praktik terbaik ini, implementasinya perlu disesuaikan dengan kondisi sosial budaya, kemampuan finansial, infrastruktur yang tersedia, dan prioritas pembangunan nasional. Hal yang paling penting adalah dimulai dari cara berfikir kita.
"Kegiatan ini sangat bermanfaat karena membuka wawasan kami tentang pentingnya membangun lingkungan pendidikan yang benar-benar inklusif, bukan hanya dalam hal fasilitas tetapi juga dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan difabel," ujar Ibu Tati Indarwati seusai acara.
Acara ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada seluruh peserta dan sesi foto bersama. Kajian eksternal ini merupakan langkah positif dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya di wilayah Yogyakarta. Melalui kegiatan ini, SLB Negeri 2 Yogyakarta semakin memantapkan komitmennya untuk terus mengembangkan pendidikan yang inklusif dan menyenangkan bagi seluruh peserta didik. Nilai-nilai yang diperoleh dari kegiatan ini akan digunakan untuk menguatkan perwujudan visi SLB Negeri 2 Yogyakarta yakni terwujudnya peserta didik yang beriman, berbudaya, berprestasi, dan mandiri. (yun)